Sesuatu yang sulit untuk dipahami, diselami dan ditentukan…
Sulit didefinisikan, ditebak, ataupun diilhami…
Itulah yang disebut cinta…
***
Sudah seminggu ini ibukota Jakarta diselimuti mendung dan dibasahi gerimis. Begitupula hari ini. Namun hal itu tak mengusik seorang gadis mungil berbalutkan seragam putih abu. Seakan tak peduli dengan gerimis yang membasahi seragamnya, ia tetap diam, tak bergeming. Pandangannya kosong, bibirnya mulai membiru, gemertak giginya tak terhentikan. Namun, ia tetap diam.
***
Senin pagi yang cerah, namun tak secerah wajah murid-murid SMA ALVALOVA. Terang saja, baru kemarinnya mereka menikmati weekend bersama orang terkasih, teman, ataupun keluarga, tapi keesokan paginya harus berangkat pagi lagi, menyandang tas berisikan buku-buku pembuat pusing kepala dan bertemu lagi dengan guru-guru pemberi ceramah. Bersiap mengawali satu minggu yang penuh dengan rumus, teori, hafalan, tugas, ulangan, dan lain-lain.
Kemendungan jelas terlihat di wajah Vevelopin. Bagaimana tidak? Ia tak pernah sekalipun menyicipi yang namanya malam minggu ataupun weekend bareng layaknya anak muda zaman kini. Opin hanyalah anak rumahan yang menghabiskan waktu libur untuk membaca setumpuk komik ataupun tidur seharian. Jangankan keluar rumah, pacar pun ia belum punya. Bukan karena dilarang, tapi ia merasa belum ada lelaki yang mampu membuat jantungnya ber’dag dig dug’ ria.
“hai…”
“pagi nona…”
“pagi…”
“suit…suit…”
Opin hanya membalas semua sapaan genit itu dengan senyuman. Tak perlu ditanya lagi, Opin adalah sosok gadis imut yang berhasil menarik perhatian banyak kaum lelaki. Makanya, tak jarang ia sering mendapat sapaan-sapaan genit.
“lapeeeerrr……” ucap Roji, sahabat Opin sejak playgroup.
“saammmaa…eh, tapi aku bawa bekal. Tadi ngga sempet makan, ya langsung ku bungkus aja.” Sahut Opin.
“ga seru ah. Mending ke kantin, sekalian cuci mata liat satpam kantin yang lucu itu.”
“dasar homo….”
Ternyata kantin sudah penuh dengan anak kelas 3 yang sedang membuat peer. Jadilah mereka makan sambil berdiri. Selang waktu kemudian, terjadi keributan yang tak jelas pokok permasalahannya. Anak-anak kelas 3 saling melempar botol minuman. Dan…Opin menjadi korbannya. Dahinya terluka sekaligus benjol. Roji lalu kelabakan mencari bantuan, sekaligus mencari pelaku pelemparan itu. Opin dilarikannya ke UKS. Setelah mendapat pengobatan dari anak PMR, Opin langsung tertidur dan ditemani Roji. Baru sejenak Opin memejamkan mata, datang seorang lelaki yang rupanya anak kelas 3 bersama dengan seorang perempuan yang bergelayut manja di tangannya. Dengan tampang innocent, ia mengaku bahwa dirinyalah yang melempar botol tadi atakan Opin. Tapi, tak ada kata maaf terucap dari mulutnya. Ia langsung berlalu sambil sesekali menepis perempuan genit di sampingnya.
“tak berperasaan…”komentar Roji.
“………..”
“kenapa diam saja? Benar kan yang ku katakan?”
“ya, mungkin…” sahut Opin cuek
“bukan mungkin lagi. Orang itu benar-benar dingin”
“mungkin ada sesuatu yang terjadi padanya. Sudahlah, biarkan saja.”
“terserahmu lah” Roji mendengus kecewa.
***
Sambil menunggu jam pulang sekolah, Opin iseng-iseng membuka laptop lalu membuka facebook miliknya. Ada seorang lelaki yang kelihatan sebaya dengannya mengajak chat. Bobo namanya. Entah kenapa, Opin merasa nyaman mengobrol dengannya, walau hanya melalui dunia maya. Dunia memang sempit, tak disangka Bobo ternyata kakak kelas Opin sendiri. Tanpa babibu, Bobo menanyakan nomor handphone Opin, dan dengan mudahnya Opin memberikannya. Opin sendiri bingung. Dia yang selama ini terkenal jutek dan sulit didekati, kini dengan mudahnya memberi nomornya ke lelaki yang baru saja dikenalnya.
Malamnya, handphone Opin berdering. Ada pesan masuk dari nomor tak dikenal. Opin paling benci dihubungi oleh nomor yang tak dikenalnya, dengan ketus ia menjawab pesan itu dan ternyata itu adalah Bobo. sungguh malu Opin saat itu, wajahnya bersemu merah. Malam yang menyenangkan dimulai.
***
“Apa??? Kamu jadian? Sama siapa?” pekik Roji
“ada lah. Kakak kelas kita, aku sendiri baru mengenalnya 2-3 minggu yang lalu. Tapi sungguh, dia lain dari lelaki kebanyakan. Kegilaannya membuatku tergila-gila. Hehehe..” kata Opin sambil nyengir
“wah. Engga bilang-bilang. Pokoknya aku harus tahu yang mana orangnya” ambek Roji
“iya sayang. Jangan cemberut”
Oktober. Bulan ini, bulan tersibuk di sekolah Opin, tepatnya sibuk akan persiapan ulang tahun sekolah. Sebenarnya Opin kelelahan, terlalu banyak kegiatan yang dilakoninya. Namun semua lenyap karena ada Bobo yang senantiasa menunggunya dan menghiburnya. Itulah yang membuat Opin bersemangat. Selalu ada Bobo di sisinya, Bobo yang selalu membuatnya tertawa,Bobo yang selalu menyemangatinya, Bobo yang selalu menunjukkan sulapnya yang garing, semua itu yang membuat Opin begitu menyayangi Bobo.
“besok basket lagi? Inget semangat 45. Jangan malu-maluin.” Ujar Bobo
“ihh…oke!!!” sahut Opin.
2 bulan sudah Bobo berada di sisi Opin, tak tahu mengapa hubungan mereka pun merenggang. Hamper setiap hari, Bobo curhat dengan salah seorang teman Opin, Arin. Arin selalu wanti-wanti ke Opin untuk menyelesaikan permasalahan antara diri Opin dan Bobo. entah setan apa yang merasuki Opin, dengan mudahnya kata putus terucap dari mulutnya.
***
Aku masih mencintainya.
Kata-kata itu terngiang di dalam diri Opin. Ia hampir memutuskan untuk kembali ke sisi Bobo. namun ia urungkan niat itu saat mengetahui bahwa sahabatnya juga menyukai Bobo. sahabatnya yang selama ini selalu ada saat Opin dalam masalah, sahabatnya yang selalu mendukung hubungan Opin dan Bobo. apabila Opin menjalin hubungan lagi dengan Bobo, ia takut itu akan menyakiti sahabatnya. Tanpa pikir panjang pun Opin berujar kepada Bobo,
“maaf kak. Mohon kakak pergi dari aku”
***
Gadis itu tetap diam ditemani rintik yang tiada lelah membasahi tanah. Sekilas ia mendongak, melihat lelaki yang dicintainya tertawa riang dalam dekapan sahabatnnya. Gadis itu tersenyum, tersenyum dalam tangisnya.
****